Jangkau ABK, Orangtua Perlu Disapa

[Bogor, B’Inklusi] – Orangtua merupakan individu yang paling utama dan pertama yang harus disapa dan dirangkul saat melayani anak berkebutuhan khusus (ABK).

“Orangtua ABK harus memastikan apakah anaknya berada dalam lingkungan yang aman dan nyaman, yang bisa menerima mereka. Siapa yang melayani atau mendampingi anaknya. Maka perlu bagi kita yang melayani ABK, terlebih dahulu menyapa orangtuanya,” terang Psikolog ABK, Edi Pambudi saat dihubungi BincangInklusi, Jumat (26/7).

Terkait pelayanan terhadap penyandang disabilitas yang lebih luas seperti di keuskupan dalam lingkup Gereja Katolik, dia menyatakan perlu pendataan umat disabilitas.

“Pendataan bisa dilakukan di lingkungan ataupun wilayah, akan lebih baik digerakkan oleh imam,” tandasnya.

Sambil mengumpulkan data, pelayanan terhadap umat disabilitas dapat dijalankan seperti Misa bersama, bina iman, dan UMKM. “Untuk paroki-paroki besar atau yang notabene berada di kota besar, mungkin lebih mudah merealisasikannya ketimbang paroki-paroki yang berada di pinggiran atau pelosok. Kalau sulit, mulailah dengan kegiatan bina iman yang tidak banyak melibatkan volunteer,” ujarnya.

Diungkapkan, akan lebih terarah jika di keuskupan dibentuk komisi disabilitas. Sebab, melalui komisi tersebut, program-program dapat disusun, diarahkan, dan dapat menjadi acuan bagi paroki untuk dijalankan.

Kegiatan Bina Iman ABK di Paroki Katedral Bogor.

Menyinggung sinergitas dengan penyandang disabilitas dari nonKatolik, Edi menegaskan hal tersebut sudah sewajarnya dilakukan.

Menurutnya gerakan kemanusiaan tidak memandang agama apapun, dan sudah banyak gereja atau paroki yang mewujudkannya.

“Untuk kegiatan di luar rohani, seperti UMKM atau pelatihan keterampilan, kita harus membuka diri mengakomodasi mereka,” tukasnya.

Kerjasama kemanusiaan antarpenyandang disabilitas dan komunitas disabilitas dari berbagai agama diperlukan untuk saling meneguhkan, menguatkan solidaritas sebagai satu bagian dari warga Indonesia juga umat Tuhan yang mempunyai hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya.

Penulis: Ignatius Herjanjam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *