[Jakarta, B’Inklusi] – Dilahirkan dengan disabilitas bukanlah pilihan atau keinginan dari individu itu sendiri. Namun, menjadi disabilitas adalah sebuah rahmat dari Tuhan yang bekerja melalui keterbatasan untuk menyatakan kemuliaanNya yang lebih besar, yang melampaui akal pikiran manusia. Kenapa disebut rahmat? Karena dalam keterbatasan, kuasa Tuhan semakin tampak dan menjadi sempurna.
Meskipun istilah “disabilitas” berasal dari bahasa Inggris yang menggambarkan ketidakmampuan atau kekurangan fisik ataupun mental, bukan berarti sahabat disabilitas harus menjadi pasif atau tidak produktif. Tuhan menciptakan semua manusia setara, baik disabilitas maupun non-disabilitas. Setiap orang dilengkapi dengan kekuatan untuk menjalani hidup dan menghadapi berbagai tantangan.
Makna dari kata “setara” seringkali menimbulkan pertanyaan, terutama ketika perbedaan fisik dan kemampuan jelas terlihat. Gemma Galgani Anita Prajitno, pendiri Deus Caritas Est (DCE), menjelaskan bahwa arti setara terletak pada kemampuan untuk memberi.
“Siapa bilang sahabat disabilitas hanya bisa menerima? Mereka juga bisa memberi bantuan, perhatian, dan pendampingan kepada orang lain. Contohnya, Ibu Azizah, seorang disabilitas daksa dengan tongkat Canadian yang merupakan perajin di DCE, menyisihkan sebagian penghasilannya untuk sumbangan kepada fakir miskin. Ada pula yang awalnya adalah murid di DCE, kini menjadi pengajar. Sebelumnya dibantu, sekarang menjadi yang membantu, dan yang tadinya selalu didampingi, kini menjadi pendamping. Ini adalah bukti bahwa sahabat disabilitas pun bisa menjadikan hidupnya berarti bagi orang lain. Itulah yang dinamakan setara,” tandas wanita kelahiran Bandar-Lampung 1973 ini kepada BincangInklusi, Jumat (13/9).
Karya Berkualitas
Deus Caritas Est (DCE) adalah komunitas perajin lintas disabilitas yang berkarya bersama menghasilkan produk kerajinan tangan berkualitas. DCE menciptakan dunia di mana sahabat disabilitas berperan sebagai subjek aktif, diakui dan dihargai atas bakat, kreativitas, serta ketangguhan mereka.
Didirikan pada tahun 2016, DCE terus mendorong inklusivitas, pemberdayaan, dan kesetaraan dengan memberi ruang bagi para perajin disabilitas untuk mengasah keterampilan mereka. DCE menghubungkan pelanggan dengan produk kerajinan unik yang membawa cerita tentang ketangguhan dan pemberdayaan, menjadikan setiap pembelian sebagai kontribusi untuk masa depan yang lebih cerah dan inklusif.
“Kami ingin para perajin DCE memiliki sumber pendapatan yang berkelanjutan dan kepercayaan diri atas keistimewaan karyanya,” ungkap Anita.
“Saat kamu mampu menghasilkan karya yang unik dan berkualitas, bukan hanya didasarkan pada rasa kasihan, itulah yang dinamakan kesetaraan. Meskipun kamu disabilitas, kamu adalah seorang profesional yang mampu menghasilkan sesuatu yang berkelas dan layak dihargai, bahkan hingga ke mancanegara. Jangan batasi dirimu hanya karena kamu seorang disabilitas. Tuhan menciptakan kita setara dalam rahmat, termasuk dalam kemampuan untuk terus berkembang dan berkarya,” lanjut Anita memberi petuah.
Saat ini, DCE melibatkan 13 perajin disabilitas yang langsung didampingi dan 7 yang berkolaborasi, terdiri dari disabilitas tuli, daksa, wicara, netra, dan mental. Untuk akses pemasaran, DCE tersedia baik secara offline di Taman Doa Hati Tersuci Maria PIK2 dan Taman Doa Our Lady of Akita PIK2, maupun online melalui Instagram @deuscaritasest_.
Penulis: Rachel Stefanie