Harmonis dengan Warga Betawi, Penggagas Elsafan Dianugerahi Gelar “Babe”

[Jakarta, B’Inklusi] – Gelar “Babe” yang disematkan Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR) KH Lutfi Hakim MA kepada Penggagas Yayasan Elsafan Ritson Manyonyo MTh merupakan bentuk apresiasi atas kiprah Elsafan yang selama ini berhasil menjalin hubungan harmonis dengan warga Betawi.

Sebagai pemimpin yang menaungi kelompok disabilitas di DKI Jakarta, Ritson telah terbukti mengakomodasi warga setempat yang notabene orang Betawi. “Kami berikan gelar Babe pada Bapak Ritson Manyonyo, yang telah menjalin kerja sama yang baik dengan warga Betawi yang berada di kawasan Duren Sawit, tempat Yayasan Elsafan,” ujar KH Lutfi.

Diungkapkan, kendati Ritson berasal dari Poso, Sulawesi Tengah, namun karya mulianya bagi penyandang disabilitas sudah sejak awal ada di Jakarta. “Beliau sudah berKTP Jakarta, panti dan SLB Elsafan sejak lama di Jakarta, hubungan dengan warga sekitar pun amat baik. Saat peresmian panti, saya turut hadir,” imbuhnya.

Menanggapi gelar kehormatan dari ormas Betawi, Ritson mengaku tersanjung sekaligus bersyukur. “Sebagai umat Kristen dan juga tunanetra, kita harus membuka hati dan pikiran, jangan eksklusif. Jangan menilai diri atau komunitas kita yang paling baik, hebat, unggul. Berupayalah untuk bisa membaur dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Karena itu penting bagi pengaruh dan kontribusi kita,” tandas Ritson saat dihubungi BincangInklusi, Selasa (20/8).

Ketua Umum FBR KH Lutfi Hakim MA Menganugerahkan Gelar Babe kepada Penggagas Yayasan Elsafan Ritson Manyonyo MTh

Atas Dasar Inklusif

Menurut salah satu Pendiri Yayasan Elsafan ini, sejak mula Elsafan didirikan yakni pada 7 Februari 2006 sepakat melayani atas dasar inklusif. “Murid di SLB Elsafan, juga karyawan berasal dari beragam suku dan agama. Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Buddha, Hindu ada di sini, kami saling menghargai,” ungkap Ritson.

Sempat juga pihaknya diundang oleh Kedutaan Besar Uni Emirat Arab di Jakarta saat Bulan Ramadan. “Kami membawakan lagu-lagu Islami, sebagai bentuk toleransi. Begitu pun bila ada acara pengajian atau undangan Majelis Taklim di sekitar panti, kami pasti hadir, sebaliknya warga juga berpartisipasi jika ada event di Elsafan,” tukasnya.

Dikatakan, keberagaman adalah keniscayaan, mengingat Indonesia merupakan negara yang majemuk. “Sulit bila kita ingin inklusif, ingin diterima berbagai kalangan, tapi kita tidak membuka diri, pikiran masih dipagari tembok,” timpalnya.

Ditegaskan, sikap inklusif dan toleran yang dijalaninya masih dalam batasan. “Toleransi di sini bukan berarti serba permisif, tetap ada batasannya. Untuk soal kemanusiaan, kita bisa bekerja sama, juga dialektika agama seperti ajaran jangan membunuh, jangan berzina, hormati orangtua, dan seterusnya, kita sejalan. Yang beda itu sesembahannya,” tandas alumnus pascasarjana STT Jaffray Jakarta itu.

Ritson Manyonyo boleh jadi penyandang disabilitas yang perdana, dan baru satu ini yang digelari “Babe”, gelar kehormatan dari masyarakat adat Betawi.

“Babe”, dari bahasa Betawi yang berarti Ayah atau Bapak, apabila disematkan secara resmi oleh masyarakat adat Betawi, bisa berkonotasi mendalam. Gelar ini diberikan karena penerimanya dinilai mampu memahami adat masyarakat Betawi, dan telah berkontribusi untuk masyarakat.

Ihwal kedekatannya dengan KH Lutfi, diakui Ritson melalui proses yang tidak mudah. “Awalnya saya kenal Bang Timan dan kawan-kawan warga sekitar. Mereka bertugas menjaga keamanan panti. Sempat muncul gesekan dengan KH Lutfi karena kurang informasi dan komunikasi. Berkat andil Bang Timan, kini almarhum, saya dan Pak Kiai Lutfi jadi akrab, saling menghargai dan memahami. Rupanya Bang Timan-lah yang awal mula menjelaskan pada Pak Kiai Lutfi, apa itu Elsafan,” kenangnya.

Ritson sendiri mendapat gelar “Babe” dari KH Lutfi pada 29 September 2021 lalu di kediaman Handoko Supranoto, relasi Yayasan Elsafan.

Keharmonisan hubungan mereka terjaga hingga saat ini. Dalam beberapa kesempatan bersama, mereka kompak mengisi acara. Ritson yang memiliki latar pendidikan teologi memberikan kotbah, sedangkan KH Lutfi menyampaikan tausiah.

Penulis: Ignatius Herjanjam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *