Atlet Disabilitas Berharap Kejuaraan Catur Rutin Digelar

[Jakarta, B’Inklusi] – Kejuaraan Catur Internasional FIDE Rated yang diprakarsai National Paralympic Committe (NPC) DKI Jakarta, 9-11 Agustus lalu di Mal Cipinang Indah, Jakarta berjalan lancar, dan menuai apresiasi dari peserta. Tak heran, mayoritas peserta disabilitas berharap ajang kejuaraan tersebut rutin digelar.

Muhammad Yusuf, atlet catur tunanetra kategori B1 atau tunanetra total mengatakan, ajang kejuaraan tersebut berguna untuk menambah pengalaman, selain memotivasi untuk terus berlatih. “Kalau bisa rutin digelar setahun sekali. Event ini sungguh bermanfaat. Panitia penyelenggaranya akses, tunanetra yang tidak bawa pendamping, dilayani dan dibantu dengan ramah. Salut untuk NPC Jakarta,” puji atlet Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini.

Andreas Purbo atlet tunadaksa dan Gressia Carolina atlet B2/B3 kategori tunanetra low vision kepada BincangInklusi, Jumat (16/8) juga mengapresiasi kinerja penyelenggara. Kedua atlet NPC DKI Jakarta itu berpendapat, ajang tersebut mampu mengangkat pamor olahraga catur disabilitas.

“Saya berharap kejuaraan seperti ini rutin diagendakan. Semoga ini jadi embrio terwujudnya atlet yang mampu bertanding di  kejuaraan FIDE khusus disabilitas, hingga olimpiade,” kata Andreas.

Seperti diapresiasi peserta, tandas Gressia, mulai awal pendaftaran, pengelompokkan peserta, registrasi ulang, akomodasi peserta, hingga jalannya turnamen berlangsung baik dan profesional. “Seperti atlet lain, saya tidak mengalami kendala, proses dari awal sampai akhir turnamen berlangsung baik,” ungkap Gressia yang berhasil meraih peringkat ketiga terbaik kelompok perempuan di kejuaraan tersebut.

Dia optimistis, event bergengsi itu mampu mengangkat cabang olahraga catur disabilitas sehingga semakin dikenal masyarakat. “Kalau melihat jumlah peserta yang mencapai 200-an, dari berbagai provinsi, juga negara baik kategori disabilitas maupun umum jelas mengangkat pamor olahraga catur khususnya tunanetra, mengingat mereka bermain dengan peralatan dan cara khusus, walaupun aturan permainannya sama seperti permainan catur pada umumnya,” papar Gressia.

Pelayanan akomodatif yang dirasakan atlet disabilitas tak lepas dari peran salah satu panitia, Virda Aulia. Master catur yang juga pelatih atlet NPC DKI Jakarta ini dari awal pendaftaran hingga akhir turnamen begitu konsisten, terbuka dan akses memberikan informasi yang dibutuhkan peserta kejuaraan. Hal tersebut amat membantu para atlet disabilitas dan pendampingnya.

Atlet Catur B1 tengah Menggunakan Penutup Mata Saat Bertanding

Atensi dan Potensi

Sebanyak 206 peserta terdiri dari 89 atlet disabilitas, dan 117 peserta kategori umum terjun pada turnamen itu. Tujuh provinsi yakni NPC Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Selatan, Papua, serta tuan rumah DKI Jakarta mengirim atletnya berlaga di event yang ditujukan juga untuk memperingati HUT ke -79 Kemerdekaan Indonesia. 

Untuk kelompok disabilitas dibagi dalam tiga kategori, yakni tunadaksa, tunanetra total, dan tunanetra low vision.

Untuk tunanetra total, demi menjunjung fair play, digunakan penutup mata sehingga para atlet harus meraba-raba dalam memainkan buah catur. Kekhasan tunanetra dengan mengandalkan indera perabaan tampak kentara.

Namun berbeda dengan kategori B2/B3 atau tunanetra low vision, yang tidak menggunakan penutup mata. Bagi low vision berat terlihat harus meraba karena ketajaman penglihatan yang minim, ketimbang low vision ringan yang lebih leluasa menggerakkan buah caturnya. Sejumlah atlet menilai kondisi tersebut tidak apple to apple.

Terlepas itu, NPC DKI Jakarta sukses mendulang atensi masyarakat agar lebih mengenal olahraga catur disabilitas. Selain untuk menjaring potensi atlet catur yang nantinya bukan hanya berkiprah di tingkat lokal, nasional, tapi juga internasional.

Fokus Berlatih

Mengomentari hasil kejuaraan tersebut, peraih medali emas Asian Para Games 2018 kategori B1 Hendi Wirawan memberi suport kepada sesama atlet untuk fokus berlatih. “Para pemenang 10 besar kebanyakan atlet yang memang sudah bertahun-tahun jadi atlet, yang pernah dikarantina di pelatda ataupun pelatnas, latihannya bisa 8 jam tiap hari. Jadi wajar saja kalau bisa juara,” ungkapnya.

Kalau ingin berprestasi, imbau Hendi, atlet harus disiplin dan rajin berlatih. “Hidup ini kan pilihan. Kalau ingin berprestasi dalam olahraga catur, ya tekuni. Sulit kalau mau berprestasi, tapi enggak fokus atau punya kegiatan lain. Dulu saya fokus, berlatih minimal 8 jam sehari, kegiatan lain diskip dulu,” kenang Hendi sembari berpesan.

Penulis: Ignatius Herjanjam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *