[Jakarta, B’Inklusi] – Anggapan bahwa penyandang disabilitas adalah makhluk aseksual, yakni tidak memiliki dorongan atau hak untuk mengekspresikan seksualitas mereka merupakan isu utama yang diangkat oleh Disability Care Center (DCC) dalam acara webinarnya kali ini yang bertajuk ‘Seksualitas pada Disabilitas’, Sabtu (10/8).
Dokter Huriawati Hartanto sebagai pemateri tunggal menegaskan bahwa pandangan tersebut keliru dan menekankan pentingnya pengakuan terhadap hak seksual setiap individu, termasuk mereka yang hidup dengan disabilitas.
Ia juga menjelaskan bahwa pendidikan seksualitas yang tepat adalah kunci dalam memahami dan mendukung kebutuhan seksual penyandang disabilitas. Selain itu, digelarnya webinar ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas, serta menghilangkan stigma dan mitos yang kerap melekat pada mereka.
Seperti diketahui, hingga saat ini tidak sedikit masyarakat yang masih memiliki asumsi keliru terkait kehidupan seksualitas penyandang disabilitas. Hal tersebut disebabkan minimnya atau tidak utuhnya informasi bahwa disabilitas pun mempunyai dimensi kehidupan yang sama dengan masyarakat umumnya, tak terkecuali dalam dimensi seksualitas dan reproduksi.
Tak ketinggalan bahasan tentang berbagai jenis penyakit menular seksual (PMS) dan cara pencegahannya serta panduan praktis menjaga kebersihan dan kesehatan organ intim bagi penyandang disabilitas pun menjadi topik yang sangat menarik disampaikan dalam sesi tersebut.
Antisipasi Pelecehan
Dokter yang aktif melayani sebagai relawan kesehatan Yayasan Islam Putera Tanjung dan Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta (LDD-KAJ) ini pun berpendapat bahwa penting bagi penyandang disabilitas untuk memiliki akses informasi yang memadai agar mereka dapat melindungi diri dari risiko penyakit menular seksual serta memahami hak-hak mereka dalam menjalani kehidupan seksual yang sehat dan aman.
Adapun risiko terjadinya pelecehan seksual terhadap para disabilitas, dr. Huriawati memaparkan langkah-langkah praktis Yang dapat dilakukan, seperti mengenakan pakaian yang sopan dan sesuai situasi, hindari penggunaan pakaian yang terlalu seksi atau menarik perhatian secara berlebihan.
“Jika membawa alat bantu seperti tongkat putih atau tongkat untuk berjalan, selain unntuk membantu dalam mobilitas, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai alat pertahanan diri. Segera laporkan kepada petugas keamanan. Atau jika pelecehan tersebut dilakukan oleh orang terdekat di rumah Dan sekitarnya, bisa segera melaporkannya kepada orang terdekat lain yang dipercaya, seperti orangtua, kakek-nenek, tetangga, ketua RT, atau bahkan pihak kepolisian terdekat untuk mendapatkan bantuan dan perlindungan yang tepat,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, Penting bagi teman-teman disabilitas terus meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai pelecehan seksual, baik untuk diri sendiri maupun orang-orang di sekitar. “Jika ada webinar atau penyuluhan yang memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai pencegahan pelecehan seksual, boleh teman-teman ikuti untuk menambah pengetahuan, sehingga dapat membantu mengurangi risiko terjadinya kejahatan tersebut. Ingat! Meski kalian disabilitas, tetapi kalian memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dan rasa aman serta perlakuan yang sama dengan warga masyarakat lainnya. Karena itu, jangan takut untuk bersuara jika hal itu untuk membela kebenaran dan martabat kalian sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mulia,” pesannya.
Penulis: Rachel Stefanie
Semangat bagi para teman-teman disabilitas. 😍
Terima kasih 🙏