[B’Inklusi] – Hari ini, Kamis 29 Agustus, tepat seminggu Romo Markus Lukas, imam diosesan yang berkarya di Keuskupan Bogor berpulang. Imam yang dikenal lemah lembut dengan pembawaan tenang ini mengembuskan nafas terakhirnya di sebuah rumah sakit di Jakarta, Jumat (23/8) lalu, karena penyakit kanker paru-paru yang sudah bertahun-tahun menderanya.
Ribuan umat berduka. Area sekitar Katedral Bogor, Jawa Barat, begitu pun ruang Kapel Eks Gedung Seminari Stella Maris Bogor tempat jenazah disemayamkan disesaki pelayat.
Esoknya, Sabtu 24 Agustus saat Misa Requiem di Gereja Katedral Bogor, suasana sedih kian terasa. Umat berjubel sehingga ruang gereja tak kuasa menampung. Gedung Santa Maria yang terletak persis di samping gereja pun difungsikan. Demikian pula Ruang Seksi Paroki dipenuhi umat. Alhasil, umat yang tidak mendapat tempat di ruang gereja, bisa mengikuti Misa, sekaligus memberi hormat dan cinta sebelum jenazah Romo Markus dimakamkan.
Melayani dengan Sukacita
Uskup Bogor Mgr Paskalis Bruno Syukur yang memimpin Misa Requiem mengenang almarhum sebagai imam yang selalu melayani dengan sukacita. “Dalam penderitaan sakitnya, Romo Markus tidak pernah mengeluh. Sebelumnya ia pernah terkena kanker prostat, tapi berhasil sembuh. Kemudian sakit paru-paru, hingga beberapa kali harus dirawat. Saya sempat tawarkan agar ia beristirahat dulu di rumah UNIO (Rumah Purnakarya Imam Diosesan Keuskupan Bogor, red), tapi dia menolak. Romo Markus masih ingin melayani. Dia bilang dia masih kuat,” ungkap Monsinyur Paskalis.
Rupanya, rasa sakit yang dialami pastor yang lahir pada 23 Oktober 1955 ini tak menyurutkan panggilan sucinya untuk melayani Tuhan dan sesama. “Romo Markus juga pernah sakit tenggorokan. Selama enam bulan dia tidak boleh bicara dan tertawa. Namun di sela sakitnya itu, dia tetap setia melayani. Selalu sukacita dan ramah pada siapa pun,” kata Monsinyur.
Di hadapan umat yang memadati Misa Requiem, Uskup Bogor itu minta umat tidak larut dalam keputusasaan karena kehilangan imam yang mereka cintai. “Saya melihat wajah-wajah cinta, umat yang mengasihi Romo Markus. Jangan putus asa, kita doakan Romo Markus. Karena iman kita adalah iman yang penuh harapan akan Tuhan. Percaya akan kebangkitan dan kebahagiaan bersama Tuhan. Kebaikan yang dilakukan Romo Markus bisa menjadi teladan,” tutur Monsinyur.
Pribadi Rendah Hati
Dalam masa bakti pelayanannya, Romo Markus pernah mejejak posko sentral di Keuskupan Bogor. Tercatat, ia pernah menjabat Ekonom dan Wakil Dewan Keuangan Keuskupan Bogor antara 2003 – 2013. Lalu pada 2015 – 2021 ditugaskan sebagai Pastor Paroki Santo Fransiskus Asisi, Sukasari. Setelah itu, menjadi Pastor Vikaris di Paroki Santa Perawan Maria, Katedral.
Di KWI, ia pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Pengawas Inti Dana Pensiun KWI periode 2005 – 2010, dan 2011 – 2016. Satuan Pengendalian Internal (SPI) Dana Pensiun KWI per 2011 – 2015/24.
Sosoknya yang pendiam dan rendah hati amat membekas di hati orang-orang yang mengenalnya. “Romo orangnya pendiam, benar-benar baik. Dekat dengan kami, orang-orang kecil. Saya pernah beberapa kali diminta romo membantunya,” kata Hendi, teknisi listrik gereja.
Gery dan Supri karyawan gereja berkisah, saat acara rekreasi bersama paroki di sebuah tempat wisata di Jakarta, Romo Markus justru memilih berkelompok bersama mereka. “Kami awalnya heran, kok romo malah gabungnya sama kami dan office boy, ngumpul, jalan dan makan bersama kami,” tukas Gery.
Di mata Supri, karyawan beragama Islam ini, sosok Romo Markus adalah pribadi yang menghargai siapa pun. “Di sini karyawan yang Muslim cukup banyak. Romo itu baik dan dekat dengan kami. Sungguh, kami merasa kehilangan,” timpalnya.
Awan kelabu juga menggelayuti komunitas disabilitas Katedral Bogor. Meski belum lama ditunjuk mendampingi komunitas Bersama Sahabat Disabilitas (BSD) Katedral Bogor, segumpal asa sempat terlontar dalam pertemuan yang dihelat dua bulan lalu tersebut.
Dalam pertemuan itu, Romo Markus lebih banyak mendengar harapan dan aspirasi komunitas BSD. “Romo mendukung penuh program BSD seperti UMKM, juga bina iman. Romo ingin umat disabilitas setara dan maju,” tandas Margaretha Lausane pengurus BSD.
Sekretaris BSD Johana Ida turut menyampaikan rasa optimisnya usai pertemuan. Pasalnya, BSD bakal didampingi imam yang mempunyai empati pada persoalan kemanusiaan, selain berdedikasi tinggi.
Optimistis itu beralasan. Pasalnya, mereka pernah mendengar pengalaman seorang tunanetra low vision saat Romo Markus masih bertugas di Sukasari. Romo spontan menuntun tunanetra itu menyusuri anak tangga. Lain waktu dalam sebuah kesempatan, Romo Markus juga menegur sejumlah orang yang mencandai disabilitas, karena menurutnya kelewat batas.
Sejarah kemanusiaan dan bela rasa yang ditorehkan gembala umat yang lahir di Pringsewu, Lampung itu sejatinya meresap pada mereka yang merindukan keadilan dan kebenaran.
“Saya ingin bersama dengan kalian, berkarya bersama umat disabilitas. Tapi maafkan saya bila tidak bisa terus bersama kalian. Saya akan mendoakan kalian, teruslah berjuang untuk disabilitas,” kata-kata yang mengalir dari Romo Markus dua bulan itu seolah jadi kekuatan, tapi sekaligus sinyal perpisahan.
Dia menjelaskan kondisinya yang sakit itulah yang menyebabkannya tidak bisa selalu ada. Dan, memang benar beberapa hari setelah pertemuan itu, tersiar kabar Romo Markus dirawat di rumah sakit, hingga ajal menjemputnya.
Selamat jalan Romo Markus. Selamat beristirahat di keabadian cinta Tuhan.
Penulis: Ignatius Herjanjam
Selamat jalan Rm Markus. Walaupun saya tidak pernah berjumpa dengan Romo, tetapi dengan hanya membaca tulisan di media ini, sebagai seorang disabilitas saya seolah merasa dekat. Terima kasih untuk perhatian dan cinta Romo kepada kami kaum disabilitas. Sampai jumpa lagi di rumah Bapa di surga. Doakan kami yang masih ber siarah di bumi ini, agar tetap Teguh memegang iman dan harapan kami kepada Tuhan Yesus.