[B’Inklusi] – Menjadi disabilitas adalah kondisi yang umum dihindari semua orang. Bahkan, dari kisah penyandang disabilitas menyebut, kondisi tersebut bukanlah pilihan, melainkan keterpaksaan. Namun manakala seseorang mengalami disabilitas, pilihan hidup biasanya hanya dua, give up or get up. Menyerah pada keadaan, atau bangkit dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki.
Jalan panjang dan berliku untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan, lumrah ditempuh penyandang disabilitas. Keterbatasan fisik ataupun keterbatasan sensorik menyebabkan mereka harus berjuang ekstra keras untuk menggapai impiannya.
Tekanan psikologis, dan minimnya dukungan sosial menjadi momok bagi penyandang disabilitas. Padahal dua faktor tersebut yakni kenyamanan psikologis, dan dukungan sosial dari keluarga juga masyarakat berperan besar untuk mengembangkan kualitas hidup mereka.
Di tengah mayoritas kehidupan disabilitas yang masih menjadi elegi, terdapat sederet tokoh dengan kondisi disabilitas yang berpengaruh karena menginspirasi banyak orang. Ketangguhan menjalani hidup dengan keterbatasan, plus karya yang mereka hasilkan memiliki kontribusi besar dalam sejarah peradaban umat manusia.
Nama-nama seperti Helen Keller, Nick Vujicic, Stevie Wonder adalah nama-nama yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Nama lainnya di antaranya Stephen Hawking, Ludwig van Beethoven, Steve Jobs, Thomas Alva Edison dan Abdurrahman Wahid merupakan orang-orang yang berkarya ataupun menjejak pencapaiannya dalam keterbatasan. Dan, tentu masih banyak lagi orang dengan disabilitas yang memiliki kontribusi baik di dunia maupun Indonesia yang kiprahnya menginspirasi.
Tiga Hal
Lalu hal apa saja yang mengubah sesuatu yang tampak buruk jadi baik? Elegi ratapan jadi kesuksesan?
Dr. Esther Idayanti pakar kesehatan mental menilai, orang-orang yang mampu bangkit dari keterpurukan, bahkan akhirnya menjadi role model adalah orang-orang yang masih melihat harapan di tengah kesulitan.
Bu Doktor Ida, begitu ia disapa, dalam webinar yang dihelat Disability Care Center (DCC) beberapa waktu lalu, berpesan ada tiga hal untuk memaknai musibah yang dialami.
Pertama, melihat peristiwa tidak dalam jangka pendek. Efek musibah setelah berhasil dilalui seseorang dengan sikap tangguh, biasanya dalam jangka panjang baru bisa dituai hikmah dan kesuksesannya.
Kedua, sesuatu yang buruk yang menimpa seseorang, akan menjadi positif jika dapat membangun karakter seseorang. Sebab, karakter yang baik dan tangguh adalah modal awal seseorang meraih kesuksesan.
Ketiga, percaya rencana Tuhan. Tuhan lebih tahu siapa diri kita, dan apa yang terbaik bagi kita. Tuhan itu Mahakuasa sekaligus Mahakasih, penting bagi kita untuk senantiasa terhubung dengan Tuhan.
Sebelum tiga hal tersebut diamini, langkah awal fundamental yang harus dilakukan adalah self acceptance atau penerimaan diri. Bukan berarti kita setuju terhadap sesuatu yang buruk. Akan tetapi, kita berusaha mengubah apa yang bisa diubah. Dan memasrahkan keadaan yang tidak bisa diubah, terutama kondisi disabilitas.
Penulis: Ignatius Herjanjam