Wujudkan Dunia Kerja Inklusif, Kemnaker Dorong Berdirinya Ratusan ULD

[Jakarta, B’Inklusi] – Pemerintah, melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) terus berupaya mewujudkan dunia kerja yang inklusif. Hal tersebut ditandai dengan didirikannya ratusan Unit Layanan Disabilitas (ULD) pada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) yang tersebar di Indonesia.

“Saat ini terdapat 210 ULD yang tersebar di  provinsi, kota, dan kabupaten. Pelaksana teknis pada ULD tersebut merupakan frontliner layanan penempatan tenaga kerja yang dikenal dengan Pejabat Fungsional Pengantar Kerja (Employment Placement Service Officers). Saat ini telah terdapat 1.609 ASN Pengantar Kerja (per Juni 2024) yang merupakan mitra atau fasilitator antara para penyandang disabilitas sebagai pencari kerja dengan pihak perusahaan atau pemberi kerja. Kami juga terus membekali ASN Pengantar Kerja pengetahuan dan pemahaman yang terkait dengan disabilitas,” ujar Koordinator Bidang Pelaksanaan Pembinaan Jabatan Fungsional Pengantar Kerja dan Tenaga Penempatan Tenaga Kerja, Direktorat Bina Pengantar Kerja, Ditjen Binapenta dan PKK, Kemnaker, Indah Kurnia Lestari dalam percakapan dengan BincangInklusi, Jumat (28/6) .

Dipaparkan, pada saat ini Pemerintah sedang giat-giatnya mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, PP Nomor 60 Tahun 2020, dan Permenaker Nomor 21 Tahun 2020 secara masif ke seluruh dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota, untuk membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan melalui penguatan tugas dan fungsi pelayanan.

“Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan sumber daya manusia  pada ULD Ketenagakerjaan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, etika, dan kepekaan dalam melayani Penyandang Disabilitas. Hal ini diimplementasikan dalam bentuk pelatihan tematik, yaitu pelatihan yang difokuskan pada topik atau bidang khusus tertentu. Pelatihan tematik dirancang untuk memberikan bekal kepada peserta yaitu pra Pengantar Kerja dengan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang mendalam terkait layanan penempatan bagi pencari kerja Penyandang Disabilitas,” jelasnya.

Mengikis Stigma

Ditekankan, pelatihan ini bukan hanya penting untuk melaksanakan hak bagi Penyandang Disabilitas, tetapi juga diperlukan dalam mengikis stigma dan asumsi terhadap penyandang Disabilitas untuk menciptakan dunia kerja yang lebih inklusif di Indonesia bagi penyandang Disabilitas dan mendorong perusahaan menjadi lebih siap bekerja dengan Penyandang Disabilitas.

Sebagai bentuk upaya strategis dalam mewujudkan cita-cita tersebut, Direktorat Bina Pengantar Kerja berkolaborasi dengan Direktorat Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (PTKDN) dan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Ketenagakerjaan bersama dengan trainer dari Difalink sebagai social enterprise yang berkecimpung dalam proses rekrutmen dan penempatan tenaga kerja disabilitas, menyelenggarakan Pelatihan Tematik Pengantar Kerja terkait layanan penempatan tenaga kerja bagi Penyandang Disabilitas. Pelatihan ini berlangsung mulai tanggal 12 -14 Juni 2024 secara online dan dilanjutkan secara klasikal (tatap muka) mulai tanggal 19-22 Juni 2024 bertempat di Hotel Ciputra Jakarta.

Sebanyak enam puluh orang Pejabat Fungsional Pengantar Kerja yang terbagi dalam dua angkatan yang berasal dari Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan di Provinsi/Kabupaten/Kota mengikuti pelatihan itu.

Indah menjabarkan, metode pelaksanaan kegiatan ini adalah integrative learning method yaitu MOOC (Massive Open Online Course), pembelajaran daring, pembelajaran klasikal serta benchmarking.

MOOC merupakan bentuk pembelajaran mandiri meliputi konsep dasar penyandang disabilitas mental dan kebijakan/regulasi terkait. Pembelajaran ini menggunakan LMS yang disertai dengan pre dan postingan test untuk seluruh peserta. Kemudian peserta juga mengikuti pelatihan daring melalui Webinar bersama CEO dari ThinkWeb, Difalink dan rekan penyandang Disabilitas mental yang berbagi pengalaman terkait tantangan dan upaya di dalam dunia kerja.

Selanjutnya pelatihan Klasikal (tatap muka), dilaksanakan selama 4 hari, dengan materi-materi implementatif seperti Pengenalan Unseen Disabilities and Down Syndrome, Design Thinking, Komunikasi, Presentasi dan Negosiasi dan Reflection and How to Action melalui metode diskusi, role play dan  presentasi per individu.

60 Pejabat Fungsional Pengantar Kerja Mengikuti Pelatihan Keterampilan dan Pengetahuan Tentang Disabilitas.

Dalam rangkaian sesi klasikal juga dilakukan Benchmarking pada tanggal 20 Juni 2024, dengan mengunjungi perusahaan-perusahaan yang telah memberikan kesempatan dan ruang bagi para penyandang disabilitas bekerja. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengimplementasikan konsepsi, best practice dan pembelajaran teknis terkait penempatan penyandang disabilitas dari sesi online sebelumnya yang terbagi kedalam tiga perusahaan yaitu Indika Foundation, ThinkWeb dan BPAKR sebagai perusahaan yang telah mempekerjakan penyandang disabilitas fisik, mental maupun intelektual.

“Dengan adanya pelatihan ini, setiap peserta diharapkan dapat memiliki pemahaman, sudut pandang dan mengubah stigma serta asumsi yang tidak tepat dalam memberikan layanan penempatan kepada penyandang disabilitas dan mampu menjalin komunikasi serta kolaborasi dengan Perusahaan dan stakeholders terkait,” tandas Indah.

Sementara itu Gressia Carolina penyandang tunanetra yang turut menjadi fasilitator dalam pelatihan tersebut mengungkapkan apresiasinya atas upaya Pemerintah dalam mewujudkan dunia kerja yang inklusif. “Persoalan dan tantangan dalam menciptakan dunia kerja yang inklusif ternyata sangat komplek. Karena itu butuh kerja sama antara tiga pihak yakni penyandang disabilitas, pemerintah, dan perusahaan,” ujarnya.

Disampaikan, komunikasi dan interaksi yang positif antara tiga pihak tersebut diharap dapat mengikis asumsi yang masih menghambat terciptanya ruang inklusif. “Dari hasil diskusi serta pengalaman disnaker di Bali, Batam, dan Wonogiri misalnya, mereka sudah berupaya menyalurkan disabilitas ke perusahaan. Tetapi terkendala karena kurangnya kompetensi disabilitas, mental yang belum siap, atau juga minimnya dukungan keluarga,” ungkapnya.

Menurutnya, kemauan baik dari pemerintah untuk mengupayakan ruang inklusif khususnya dalam dunia kerja harus terus dikomunikasikan dengan penyandang disabilitas, juga perusahaan. “Hal ini untuk meminimalkan disinformasi, miskomunikasi, sambil terus membangun sikap saling memahami,” imbuh Gressia.

Penulis: Ignatius Herjanjam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *