Jejak Cinta di Usia 90,  Merayakan Ulang Tahun Pak Rahardjo

[Bogor, B’Inklusi] – Tak semua orang mencapai usia 90 tahun dengan kejernihan pikiran, semangat hidup, dan kesadaran utuh seperti Pak Rahardjo. Guru fisika yang sederhana namun sarat makna ini tak sekadar menua. Ia menempuh perjalanan panjang yang penuh nilai, kebijaksanaan, dan keteladanan.

Delapan orang perwakilan alumni SMP Budi Mulia Bogor angkatan 1989, yang tergabung dalam komunitas ‘Kalbu Mulia’ (Keluarga Alumni Budi Mulia), menyambangi kediaman Pak Rahardjo di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/6), sehari setelah ulang tahunnya yang ke-90. Victor, anak bungsu Pak Rahardjo, membuka pintu dan menyambut hangat para tamu.

Tak lama, Pak Rahardjo yang bernama lengkap Michael Johanes Margonjo Rahardjo muncul mengenakan kaos polo  berkerah putih kotak-kotak. Wajahnya berseri, senyumnya sumringah. Meski usianya telah lanjut, semangat dan kebijaksanaan masih terpancar jelas dari sosok guru yang begitu dihormati ini.

Aroma kehangatan mewarnai pertemuan itu. Satu per satu alumni menyalami sang guru tercinta. Pelukan dan rangkulan tulus mengalir, menyatukan haru dan sukacita dalam momen penuh kenangan.

Lagu ‘Selamat Ulang Tahun’ dari Jamrud menggema meriah di ruangan itu. Para alumni mengelilingi Pak Rahardjo, menyanyikannya penuh semangat dan cinta. Di tengah kehangatan itu, lilin ditiup, kue dipotong—sebuah simbol syukur atas usia yang panjang dan penuh makna. Tuhan tampaknya memberi anugerah luar biasa dalam diri Pak Rahardjo, di usia 90, ia masih bugar, tersenyum lebar, dan memancarkan semangat yang menular.

Makna Kebersamaan

Anthony Agung Prasetio, ketua Kalbu Mulia, menyampaikan bahwa inisiatif ini bukan sekadar nostalgia semata. “Kami ingin menghadirkan kembali makna kebersamaan yang dulu kami rasakan sebagai murid,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Pak Rahardjo adalah pribadi yang berdedikasi tinggi, sederhana, dan penuh kebijaksanaan.” Meski fisika bukan pelajaran favorit bagi sebagian besar murid, ketulusan, kesabaran, dan kebaikan hati sang guru membuat mereka tetap bertahan—dan kini mengenangnya dengan kasih.

Selain kue ulang tahun, momen perayaan juga diwarnai dengan pemberian bingkisan dan lukisan talenan bergambar karikatur Pak Rahardjo saat sedang mengajar. Melihatnya, Pak Rahardjo tampak terharu namun penuh senyum bahagia. “Bagi Kalbu, apa yang kami lakukan dalam bentuk kasih dan perhatian bukan apa-apa dibanding budi baik guru kami,” ujar Anthony.

Ia melanjutkan, semangat ketulusan, cinta, dan kebaikan Pak Rahardjo menjadi inspirasi hidup, baik bagi keluarga, diri sendiri, maupun solidaritas Kalbu untuk sesama.

“Terima kasih banyak, Pak, untuk ilmu yang Bapak berikan. Tak sedikit murid Bapak yang kini sukses. Semua itu karena jasa Bapak yang telah mendidik dan membimbing kami,” ucap Shanty M. Sari, alumni yang datang jauh-jauh dari Batang, Jawa Tengah.

Ucapan tulus juga mengalir dari Merzia Megyanti, alumni yang kini tinggal di Perth, Australia. Lewat video call, ia menyapa hangat, “Selamat ulang tahun ya, Pak. Sehat, bahagia, dan panjang usia selalu. Tuhan senantiasa memberkati Bapak.” Sebuah bukti bahwa keteladanan Pak Rahardjo tak lekang oleh jarak dan waktu.

Selama empat dekade mengabdi sebagai guru di SMP Budi Mulia Bogor, Pak Rahardjo telah mendidik dan meluluskan ribuan murid. Tak heran bila sosoknya dikenang lewat gaya mengajar yang tenang dan tutur kata yang penuh santun.

Salah satu muridnya, Dedie A. Rachim, yang kini menjabat sebagai Wali Kota Bogor, bahkan mengirim salam melalui adiknya, Dini Yulianti, yang hadir dalam perayaan ulang tahun ke-90 sang guru.

“Pak, saya sampaikan ya, salam dari Pak Wali Kota. Beliau ingin sekali bertemu dengan Bapak,” ujar Dini hangat.

Pak Rahardjo pun tersenyum lebar dan menjawab lirih, “Saya juga ingin bertemu Dedie murid saya waktu SMP dulu.”

Percakapan sederhana itu memancarkan kasih dan hormat yang tetap hidup antara guru dan murid, meski zaman telah berganti.

Catatan hangat kebersamaan. Pak Rahardjo berfoto bersama delapan Kalbuers, perwakilan alumni SMP Budi Mulia angkatan 1989 (Kalbu Mulia 89), dalam momen ulang tahun ke-90 yang penuh cinta dan kenangan.

6 Prinsip Hidup

Di usia 90 tahun, Pak Rahardjo masih tampak bugar dan penuh semangat. Saat ditanya rahasianya, ia membagikan enam prinsip hidup yang dijalaninya dengan konsisten, yakni berjalan kaki setiap hari, memilih makanan sehat, tidur cukup, berpikir sederhana, berbagi pengalaman sambil mendengarkan orang lain, serta membaca dan menonton tayangan positif. Prinsip-prinsip itu menjadi penopang kebugarannya, baik jasmani maupun rohani.

Namun, menurutnya, yang paling utama adalah mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjalani hidup dengan selamat—baik di dunia maupun di akhirat. Sejak ditinggal oleh istrinya 24 tahun silam, Pak Rahardjo tetap tegar. Ia menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan, menemukan kekuatan dalam iman dan ketulusan.

Kisah hidup Pak Rahardjo mengajarkan bahwa kebahagiaan dan kesehatan di usia lanjut bukan sekadar urusan fisik. Melainkan juga tentang menjaga hati tetap bersyukur, pikiran tetap damai, serta menjalin hubungan yang baik dengan sesama dan Sang Pencipta.

Dalam suasana penuh refleksi dan kehangatan, Pak Rahardjo — ayah dari tujuh orang anak — menyampaikan pesan yang dalam kepada para alumni, Kalbu Mulia. Dengan tutur kata yang lembut dan penuh kebijaksanaan, ia berpesan agar para orangtua masa kini, termasuk para alumni SMP Budi Mulia, mendidik anak-anak mereka dengan bijaksana,  menggabungkan nilai-nilai luhur dengan pemanfaatan teknologi secara cerdas.

“Anak-anak kalian harus lebih maju dari kalian. Indonesia akan menghadapi bonus demografi di tahun 2045. Jangan sampai generasi penerus kita kalah bersaing,” ujarnya dengan nada rendah hati namun penuh keyakinan.

Pak Rahardjo menekankan pentingnya pendidikan karakter dan etika, agar generasi mendatang tak hanya cerdas secara teknologi, tapi juga memiliki akhlak dan kepedulian sosial yang kuat. Di balik segala kemajuan, menurutnya, tetap harus ada pijakan pada nilai-nilai yang membumi.

Di sela-sela acara, tawa dan kenangan bergulir ringan. Para alumni mengenang masa-masa belajar fisika bersama Pak Rahardjo di bangku SMP. Seseorang berseloroh, “Pak, dulu itu kuis-kuis fisikanya sering banget, tapi kok enggak ada hadiahnya sih?” Suasana pun pecah oleh tawa.

Pak Rahardjo hanya tersenyum, lalu berkata lirih, “Maaf ya, kalau ada yang kurang atau tidak sesuai harapan kalian dulu.”

Permintaan maaf itu bukanlah tanda kelemahan—justru di situlah kebesaran hati seorang guru. Rendah hati, tak sungkan mengakui kekurangan. Karena sejatinya, tak ada guru yang sempurna. Tapi kasih, ketulusan, dan dedikasi merekalah yang abadi dalam ingatan murid-muridnya.

Kehadiran para alumni dari berbagai kota di hari itu menjadi bukti cinta seorang guru tak pernah sia-sia. Ia kembali dalam bentuk penghargaan, hormat, dan rasa terima kasih yang tak lekang oleh waktu.

Dan di hari itu, para alumni kembali menjadi murid—bukan untuk mempelajari rumus fisika, melainkan tentang ketulusan, kasih, dan makna menjadi manusia yang utuh.

Terima kasih, Pak Rahardjo!

Penulis: Ignatius Herjanjam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *