[Jakarta, B’Inklusi] – Satu per satu pelayat mulai meninggalkan tanah pemakaman yang menjadi tempat peristirahatan terakhir seorang hamba Tuhan yang telah mendedikasikan hidupnya untuk melayani sesama, terutama sahabat disabilitas.
Banyaknya penyandang disabilitas yang hadir turut menghantarkan hamba Tuhan tersebut yang telah meninggalkan begitu banyak warisan iman kepada mereka, membuktikan bahwa karya dan cintanya telah meresap begitu dalam, hingga meninggalkan goresan kenangan indah yang tak akan hilang dimakan waktu.
Menit demi menit berlalu, tanah pemakaman yang sebelumnya tampak ramai oleh pelayat kini kembali hening, terasing dari hiruk-pikuk kota Jakarta.
Roy Lumanauw dan istrinya, Suzanna Arifin, merupakan pelayat terakhir yang meninggalkan tanah pemakaman. Baru saja mereka melangkahkan kaki hendak kembali ke mobil, tiba-tiba pandangan Roy tertuju kepada seorang bapak yang berdiri sendirian tak terlalu jauh darinya.
Awalnya, Roy tidak terlalu peduli. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pikirnya. Baru saja dia mengalihkan pandangannya hendak melanjutkan langkah, sekonyong-konyong sebuah bisikan lembut terdengar di telinganya. Bisikan itu jelas berkata, “Perhatikan baik-baik!” Roy sempat tertegun sejenak, namun kakinya tetap melangkah menjauhi bapak tersebut yang sama sekali tidak ia kenal.
Baru beberapa langkah, suara bisikan itu kembali terdengar dengan nada yang sama, “Perhatikan baik-baik!” Roy pun menolehkan kepalanya untuk memandang bapak tersebut. Dalam benaknya, ia bertanya-tanya apa sebenarnya yang harus ia perhatikan dari sosok itu. Sekilas pandang, orang itu tampak biasa saja, tidak ada yang istimewa.
Karena dorongan di hatinya semakin kuat, Roy pun melangkah menuju bapak yang sedari tadi hanya berdiri mematung sendirian. Ternyata ia adalah seorang disabilitas netra dan percakapan pun terjalin di antara mereka.
Seketika itu juga, ingatan Roy melayang pada beberapa waktu lampau, di mana ia menerima pesan yang pernah diucapkan oleh almarhum, agar ia melanjutkan pelayanan kepada sahabat disabilitas. Tadinya, pesan itu hanya dianggap oleh Roy sebagai angin lalu, karena ia sama sekali tidak merasakan adanya panggilan tersebut. Tetapi setelah peristiwa sore itu, pesan itu seolah-olah menjadi hidup dan menyala laksana api yang membakar semangatnya. Hingga akhirnya, api tersebut bertransformasi menjadi suatu visi yang selanjutnya membawa perubahan besar dalam hidupnya.
“Visi dari Tuhan menunjukkan bahwa di akhir zaman ini, Tuhan turut serta memakai anak-anak-Nya yang memiliki disabilitas untuk menjadi para pemimpin Gereja-Nya,” tandas pria yang telah menyelesaikan gelar doktoralnya di Sekolah Tinggi Teologi Internasional Harvest itu dalam percakapan dengan BincangInklusi, Sabtu (28/9).
Pernyataan tersebut terlontar sebagai bentuk manifestasi iman yang terangkum dari pengalamannya selama 12 tahun berkecimpung dalam pelayanan kepada sahabat disabilitas, pelayanan yang ia arungi bersama istri tercinta yang selalu setia mendampinginya.
Perjalanan Center for Christ (C4C)
Desember 2012 adalah awal Roy dan Suzanna membentuk persekutuan bagi para profesional, pengusaha, dan karyawan yang diberi nama Professionals for Christ (P4C). Persekutuan ini berkumpul untuk ibadah setiap hari Jumat siang dan melakukan beragam pelayanan ke luar, termasuk pelayanan ke penjara-penjara.
Ketika Roy menerima visi khusus dari Tuhan untuk memberikan perhatian kepada sahabat disabilitas, maka Roy dan Suzanna serta Tim P4C mulai mempelajari kondisi mereka. Pelayanan kunjungan ke berbagai persekutuan disabilitas netra, ke rumah para disabilitas netra, bahkan kebaktian padang khusus bagi mereka juga diselenggarakan.
Kegiatan-kegiatan ini akhirnya meneguhkan seluruh Tim P4C untuk masuk dalam panggilan Tuhan dan memulai pelayanan kepada sahabat disabilitas netra dengan mengusung nama Center for Christ (C4C) di bawah naungan Yayasan Pintu Gerbang Pujian.
Bulan September 2013, C4C menyewa sebuah tempat dengan tujuan untuk memberikan pelayanan penggembalaan yang mencakup pendampingan, konseling, ibadah, serta pengajaran firman Tuhan. Demi mendukung kemandirian sahabat disabilitas netra, C4C juga menyediakan berbagai pelatihan seperti menulis dan membaca Braille, memainkan alat musik dan vokal, bahasa Inggris, membuat keset, memijat, membuat karya seni, dan menggunakan handphone.
Selain itu C4C juga berupaya membuka lapangan kerja dengan cara memfasilitasi koperasi pijat, kerupuk, dan keset. Untuk mendukung pembiayaan seluruh pelayanan ini, C4C membentuk divisi Tentmakers, di mana divisi ini menggalang dana mandiri dengan cara memproduksi dan menjual aneka ragam produk rohani.
Kelas Teologi
Di tahun 2018, Tuhan membuka jalan dengan memberikan tempat yang lebih aksesibel, lebih besar, dan lebih nyaman bagi sahabat disabilitas netra untuk berkumpul. Pelayanan C4C juga semakin berkembang dengan adanya kerja sama dengan pihak Sekolah Tinggi Teologi (STT), seperti STTII Jakarta, STTI Harvest, dan STTB The Way.
Dukungan dari pihak STT tersebut membuat pelayanan C4C memiliki landasan alkitabiah yang semakin kokoh dalam melayani para sahabat disabilitas netra. Melalui kerja sama ini, C4C melakukan pendekatan pelayanan baru, yaitu penggembalaan dengan metode pemuridan melalui program kelas Teologi.
Program kelas Teologi C4C ini mengadopsi kurikulum Harvest International Curriculum (HIC), di mana semua murid yang lulus dari program ini diberikan sertifikat resmi dari STTI Harvest. Bahkan, bagi para murid yang sudah memiliki ijazah SMA/setara, program ini juga memungkinkan mereka untuk bisa langsung melanjutkan studi ke jenjang S1 di STTI Harvest. Pelayanan dengan metode pemuridan ini tetap diperkuat dengan pengembangan beragam program kemandirian dan pelatihan lainnya yang sudah ada.
Pelayanan On-line
Saat pandemi berlangsung, pertemuan on-site terpaksa dihentikan sepenuhnya. Kegiatan-kegiatan pelatihan yang membutuhkan pertemuan secara fisik juga tidak dapat dilanjutkan. Tetapi justru pada saat itu terbuka peluang untuk memulai pertemuan secara on-line.
Dengan adanya pertemuan on-line ini program pemuridan semakin terbuka bagi sahabat disabilitas netra seluruh Indonesia. Sistem on-line juga turut memberikan kesempatan kepada C4C untuk bisa melayani sahabat disabilitas daksa. Oleh sebab itu, sejak pandemi tahun 2020 sampai dengan sekarang, pengajaran Teologi dan penggembalaan masih terus dilakukan secara on-line dengan harapan bisa menjangkau semakin banyak sahabat disabilitas dari berbagai kategori lainnya.
Divisi Penelitian dan Pengembangan
Di tahun 2024 ini, Tuhan membuka jalan untuk beberapa pengembangan pelayanan baru. Saat ini, C4C telah memiliki divisi penelitian dan pengembangan yang tujuannya adalah mengajar dan mendampingi beberapa gereja dan STT untuk bertransformasi menjadi inklusif, guna membuka jalan agar sahabat disabilitas bisa turut serta dilatih menjadi pelayan-pelayan Tuhan.
Sekarang C4C sudah bekerja sama dengan Gereja Kristus Nafiri Sion (GKNS) Karawaci dan Gereja International Full Gospel Fellowship (IFGF) Jakarta dalam rangka membentuk pelayanan gereja yang inklusif. Selain itu, setelah melakukan penelitian selama hampir 2 tahun, C4C sudah memulai pelayanan bagi sahabat Tuli, yaitu dengan melaksanakan pemuridan melalui program kelas Teologi secara tatap muka.
Guna mendukung keberlangsungan pelayanan bagi sahabat disabilitas, C4C juga melaksanakan program regenerasi yang sudah mulai diterapkan dalam struktur kepemimpinan. Program regenerasi merupakan tindak-lanjut dari program pemuridan, di mana setiap murid Kristus diberikan kesempatan untuk menjadi para pemimpin masa depan.
Proses untuk menjangkau sahabat disabilitas memerlukan banyak waktu, penelitian, dan kerja keras. Tetapi Tuhan sebagai pemilik tuaian-lah yang selalu membuka jalan-jalan yang baru. Firman Tuhan mengatakan bahwa “dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” Tuhan sudah membuktikan penyertaan-Nya dalam setiap pencapaian yang dilakukan oleh Tim C4C.
Tantangan demi tantangan yang dihadapi membuat C4C semakin teguh, kokoh, dan giat dalam melayani Tuhan. Dan dari semuanya itu, kemuliaan dan hormat hanya bagi Tuhan Yesus saja.
Penulis: Rachel Stefanie